Percakapan Sang Suyasa Dengan Rsi Dharmakerti

UPADESA ( WIDHI TATTWA )
( Percakapan Sang Suyasa Dengan Rsi Dharmakerti )

Sang Suyasa:
Memang dari tadi, empuku telah sebut-sebut nama Sang Hyang Widhi. Berkenankah Guru menerangkannya siapa Sang Hyang Widhi itu?

Rsi Dharmakerti:
Ya, anaknda, Sang Hyang Widhi ialah Ia Yang Maha Kuasa sebagai Pencipta, Pemelihara, Pelebur segala yang ada di alam semesta ini. Sang Hyang Widhi adalah Maha Esa. Sebagai dikatakan dalam pustaka suci Weda:
“EKAM EVA ADWITYAM BRAHMAN” yang artinya “Hanya satu (Ekam eva) tidak ada duanya (Adwityam) Hyang Widhi (Brahman) itu”
“EKO NARAYANAD NA DWITYO’STI KASCIT” artinya “Hanya satu Tuhan sama sekali tidak ada duanya”. Dalam lontar Sutasoma juga disebut “Bhineka Tunggal Ika, tan hana Dharma mangrwa”, yang artinya, “Berbeda-beda tetapi satu, tidak ada dharma yang dua”. Juga dikatakan
“EKAM SAT WIPRAH BAHUDA WADANTI”, artinya “Hanya satu (Ekam) Sang Hyang Widhi (Sat), namun orang bijaksana (viprah) menyebutkan (wadanti) dengan banyak nama (bahuda)
Tentu anaknda heran, mengapai sampai disebut dengan banyak nama. Itu adalah karena sifat-sifat Sang Hyang widhi yang Maha Mulia, Maha Kuasa, Maha Pengasih dan tiada terbatas sedangkan kekuatan manusia untuk menggambarkan Sang Hyang Widhi sangat terbatas adanya. Maha Rsi-Maha Rsi kita hanya mampu memberi sebutan dengan banyak nama menurut fungsiya. Dan yang paling utama ialah TRI SAKTI, yaitu: Brahma, Wisnu, Siwa
Brahma ialah sebutan Sang Hyang Widhi dalam fungsinya sebagai Pencipta dalam bahasa Sansekerta disebut “UTPATTI”. Wisnu adalah sebutan Sang Hyang Widhi, dalam fungsinya sebagai Pelindung, Pemelihara dengan segala kasih sayangnya. Pelindung dalam bahasa Sansekerta disebut “STHITI”. Siwa ialah sebutan Sang Hyang Widhi dalam fungsinya sebagai pelebur dunia serta isinya dan mengembalikannya dalam peredarannya ke asal. Dalam bahasa Kawinya diistilahkan dengan “SANGKAN PARAN” ( kembali keasal ).

Sang Suyasa:
Maafkan Empuku, mengapa Tri Sakti ini dikatakan yang paling utama.

Rsi Dharmakerti:
Anaknda, sudah Guru katakan bahwa Brahma itu kekuatan ( sakti )nya Hyang Widhi waktu mencipta,Wisnu waktu memelihara dan Siwa waktu melebur. Jadi Tri Sakti ini, mencipta, memelihara dan melebur semesta alam. Adakah yang lebih kuasa dari ketiga kekuatan itu? Tahukah anaknda siapa yang tidak dikuasai oleh ketiga hukum lahir, hidup dan mati ini” Siapakah yang tidak akan mati? Bukankah semuanya yang pernah lahir pasti pernah hidup walaupun sesaat saja dan pasti pula akan mati. Jadi bukankah amat utama (kekuatan) saktinya Hyang Widhi yang tiga ini menguasai seluruh mahluk? Adakah yang lebih kuasa dari adaNya? Untuk dapat meresapkan kemahakuasaan Hyang Widhi ini agama Hindu memberikan simbul pada kekuatanNya in dalam ucapan aksara yaitu aksara suci OM. Kata OM adalah aksara suci untuk mewujudkan Sang Hyang Widhi dengan ketiga prabawanya yaitu : Brahma, Hyang Widhi dalam prabawanya maha pencipta disimbulkan dengan aksara A. Wisnu, Hyang Widhi dalam prabawanya maha pencipta disimbulkan dengan aksara U. Siwa, Hyang Widhi dalam prabawanya maha pencipta disimbulkan dengan aksara M. Suara A, U, M ini ditunggalkan menjadi AUM atau OM.

Sang Suyasa:
Gurunda, maafkan kalau hamba merasa kurang jelas. Apakah Sang Hyang Widhi itu sama dengan Dewa atau Bhatara?

Rsi Dharmakerti:
Tidak anakku, Sang Hyang Widhi tidak sama dengan Dewa dan Bhatara. Dewa adalah perwujudan sinar suci dari Sang Hyang Widhi yang memberi kekuatan suci guna kesempurnaan hidup mahluk. Dewa itu bukannya Sang Hyang Widhi Wasa, ia hanyalah merupakan sinarNya. Kata Dewa berasal dari Sanskerta: DIV, yang artinya Sinar. Jadi DEWA berarti “bersinar”. Sedangkan Bhatara yaitu prabawa ( manifestasi ) dari kekuatan Sang Hyang Widhi untuk memberi perlindungan terhadap ciptaannya. Kata Bhatara berasal dari Sanskerta “BHATR” yang berarti PELINDUNG. Antara kata Dewa dan Bhatara sering pemakaiannya diartikan sama saja. Umpamanya: Dewea Wisnu disebut juga Bhatara Wisnu karena beliau melindungi mahluk. Demikian juga Raja-raja besar yang sudah wafat atau leluhur-leluhur kita beri gelar Bhatara juag karena beliau itu melindungi kita.

Sang Suyasa:
Tetapi Gurunda, bagaimanakah kita bisa meyakinkan Sang Hyang Widhi itu ada?

Rsi Dharmakerti:
Anakku, agama kita mengajarkan adanya tiga cara untuk mengetahui sesuatu (Tripramana) yaitu dengan Pratyaksa Pramana , Anumana Pramana dan Agama Pramana artnya dengan cara melihat langsung dengan cara mengambil kesimpulan dari suatu analisa dan dengan cara mempercayai pemberitahuan orang-orang suci yang tidak pernah bohong.
Demikian juga mengenai Sang Hyang Widhi. Hanya orang-orang yang sangat suci yang mungkin mengetahui Sang Hyang Widhi dengan melihat langsung, dengan cara pratyaksa. Dan sekarang Guru akan mencoba menjelaskan dengan cara anumana pramana yaitu secara analisa yang mudah-mudah saja.
Anakku, kita percaya bahwa kita, seluruh alam ini, ada. Tentu ada yang menciptakan yaitu Sang Hyang Widhi. Dan kita percaya bahwa kita akan mati tentu ada tempat bagi atman kita yang telah lepas dari badan. Inipun adalah Sang Hyang Widhi. Atau ada lagi lain contoh. Pernahkah anaknda melihat kumbang? Kumbang itu hinggap ke suatu bunga dan dari sana ke bunga yang lain. Pada kakinya penuh bulu tersangkut benang-benang sari bunga yang nantinya menyebabkan perkawinan antara bunga-bunga itu, Nah siapakah yang membuat kaki kumbang itu berbulu yang gunanya justru untuk melekatnya benang-benar sari bunga itu? Tentu Sang Hyang Widhi. Banyak lagi contoh-contohnya anakku! Cara agama pramana ialah hanya dengan cara mempercayai isi pustaka suci kita. Umpamanya: menyatakan bahwa Sang Hyang Widhi adalah “telinga dari semua telinga, pikiran dari segala pikiran, ucapan dari segala ucapan, nafas dari segala nafas, mata dari segala mata” ( Kena 1, 2 ) Dan Bhagawadgita ( VII, 10:11 X; 20 ) menyebutkan:
Ketahuilah Aku, oh Partha, adalah bibit abadi dari segala yang hidup. Aku adalah kecerdasan dari segala yang cerdas, dan keperwiraan dari segala yang kuat”. “Aku adalah jiwa yang bersemayam di hati setiap mahluk. Aku adalah awal, pertengahan, dan akhir dari segala yang ada”. Dan Sang Hyang Widhi ada di mana-mana dan juga di dalam hati setiap mahluk, di dalam maupun di luar dunia tetapi tidak dipengaruhi oleh dunia (Wyapi wyapaka nirwikara), sebagai halnya teratai di dalam air tetapi tidak basah olehnya. Wyapi wyapaka artinya selalu dan di mana-mana ada. Nirwikara artinya tidak terpengaruhi, tak berubah.

Sang Suyasa :
Gurunda, adakah orang suci yang dapat melihat Sang Hyang widhi?

Rsi Dharmakerti :
Anakku, karena sifat dan kemampuan manusia yang serba terbatas, sedangkan Sang Hyang Widhi adalah Maha Sempurna, dan tak terbatas kita tak mampu melihatnya. Kita tak dapat melihat Sang Hyang Widhi bukanlah berarti Sang Hyang Widhi tidak ada. Sebagai halnya bintang. Di siang hari kita tidak melihat bintang, tidak berarti bintang itu tidak ada atau hanya ada pada waktu malam saja. Karena mata kita tidak mampu menembus sinar-sinar matahari, itulah sebabnya kita tidak bisa melihat bintang. Tetapi bintang tu tetap ada walaupun di siang hari.
Demikian pula karena kita tidak mampu menembus kegelapan jiwa kita, kita tidak bisa melihat Hyang Widhi tetapi Hyang Widhi itu tetap ada. Dan barang siapa yang benar-benar dapat melaksanakan kehidupan yang suci sesuai dengan petunjuk-petunjuk agama dan menurut ajaran-ajaram di dalam pustaka suci, akan dapat melihat bayangan-bayangan kita di cermin dengan terang setelah cermin itu bersih. Demikian juga bayangan Hyang Widhi akan terang jelas terpantul di hati dna jiwa kita sesudah hati kita bersih. Nah tadi Guru mengatakan bahwa kita mungkin akan melihat Sang Hyang Widhi itu.
Anakku, di dalam Weda disebutkan, bahwa Sang Hyang Widhi tidak berbentuk ( nirupam ), tidak bertangan kaki ( nirkaram nirpadam ), tidak berpancaindra ( nirindryam ), tetapi beliau dapat mengetahui segala yang ada pada mahluk. Lagi pula Hyang Widhi tidak pernah lahir dan tidak pernah tua, tidak pernah berkurang, tidak juga bertambah. Tegasnya Sang Hyang Widhi tidak berbentuk tetapi karena kemahamuliaannya dapat mengambil wujud sesuai dengan keadaan untuk menegakkan Dharma dan perwujudan ini dinamai Awatara.

Sang Suyasa:
Gurunda, tadi Gurunda mengatakan bahwa Brahma itu adalah prabawa Sang Hyang Widhi pada waktu mencipta.Bagaimana Sang Hyang Widhi menciptakan alam semesta ini?


Rsi Dharmakerti:
Pada waktu terjadi ciptaan ( srsti ), dengan kemahakuasaanNya ( kriyasakti ), dunia diciptakan secara perlahan-lahan dari Sang Hyang Widhi dan kembali kepadaNya pada waktu pralaya sebagai halnya laba-laba yang pada waktu srsti mengeluarkan benang dari jaringnya dari badannya sendiri dan akhirnya menarik kembali ke dalam dirinya pada waktu pralaya.
Jadi Sang Hyang Widhi menciptakan alam semesta ini dari diriNya sendiri. Tetapi karena kemahakuasaanNya diriNya itu tetap sempurna. Dalam Upanisad dikatakan:
Purnamadah purnamidam,
purnat purnam udacyate,
purnasya purnamadaya,
purnam eva wasicyate
“Sang Hyang Widhi adalah sempurna alam semesta inipun sempurna. Dari yang sempurna lahirlah yang sempurna, walaupun dari yang sempurna ( Sang Hyang Widhi ) diambil oleh yang sempurna ( alam semesta ) tetapi sisanya ( Sang Hyang Widhi ) tetap sempurna adanya.

Sang Suyasa :
Memang suatu kemahakuasaan, Gurunda. Tetapi hamba juga ingin mengetahui. Kapan dunia ini diciptakan?

Rsi Dharmakerti:
Anaknda, baik penciptaan maupun pralaya dunia adalah merupakan perputaran lingkaran sehingga tidak dapat diketahui awal dan akhirnya karena umur manusia demikian pendeknya dan ingatan kita demikian terbatas. Tetapi yang terang ialah bahwa dalam kehidupan ini setiap saat ada penciptaan (srsti), setiap saat ada pralina (pralaya) sehingga sebenarnya hidup ini dari kehidupan amuba atau sel-sel sampai kehidupan yang tertinggi terus mengalami srsti-pralaya terus menerus, Dunia diciptatkan dengan unsur-unsur Panca tan matra yaitu unsur zat ether, zat cahaya, zat hawa, zat cair dan zat padat yang terdapat dalam Sang Hyang Widhi atau “parama anunya” akasa, teja, bayu dan pertiwi. Parama anu adalah unsur-unsur yang jauh lebih kecil dari atom-atom. “Parama” artinya “amat sangat sangat” dan “anu” artinya “atom”. Tidak dapat diketahui kapan alam semesta ini diciptakan. Tetapi yang terang ialah bahwa Hyang Widhi tidak berhenti-hentinya mengadakan ciptaan sebagai tersebut dalam Bhagavadgita, III, 24:
“Kalau saja Aku berhenti bekerja, maka dunia ini jatuh dalam kemusnahan dan Aku akan menjadi sebab dari kekacauan hidup dan menghancurkan semua mahluk”

Sang Suyasa :
Gurunda, banyaklah sudah hal-hal yang Gurunda uraikan yang patut kita ketahui dan lakukan dalam agama kita. Ada satu hal yang anaknda mohon Gurunda sudi menerangkannya yaitu bagaimana sampai terciptanya alam semesta serta isinya ini?

Rsi Dharmakerti:
Pertanyaan anaknda ini benar-benar penting untuk mengertikan bagaimana pandangan agama kita terhadap alam semesta serta manusia mahluk ciptaan Hyang Widhi ini. Sebagai sudah kita ketahui bahwa Hyang Widhi Wasa adalah Maha Pencipta. Hyang Widhi mencipta karena sebelumnya tidak ada apa apa. “Duk tan hana paran-paran, anrawang, anruwung” ( ketika tidak ada apa apa semuanya tidak menentu ), demikian ucapan lontar-lontar kita. Dan pustaka Upanishad ( Brihad-aranyaka dan Chandogya Upanishad ) mengatakan pula:
Idam wa agra naiwa kincid asit, sad ewa saumya idam agra asit EKAM EWA ADWITYA
Sebelum diciptakan alam ini tidak ada apa-apa. Sebelum alam diciptakan hanya Hyang Widhi yang ada. Maha Esa dan Tidak ada Duanya.
Ciptaan Hyang Widhi adalah merupakan pancaran kemahakuasaan-Nya ( wibhuti ) Hyang Widhi Wasa sendiri. Wibhuti ini terpancar melalui tapa.
Tapa adalah pemusatan tenaga pikiran yang terkeram hingga menimbulkan panas yang memancar. Dengan tapa inilah Hyang Widhi menciptakan semesta alam sehingga bagi kita jelaslah bahwa penciptaan alam semesta ini ialah melalui suatu usaha yang memerlukan pemusatan tenaga yaitu yang dinamai Tapa tadi. Dalam pustaka Taittriya Upanishad disebutkan:
“Sa tapo’tasyata, so tapas tapiwa,
idam sarwam asrjata, yad idam kim ca,
tat srstwa tad ewa anuprawicat,
tad anupwaricya sac ca tyao ca abhawat”
“Hyang Widhi Wasa melakukan Tapa, setelah mengadakan Tapa, terciptalah semuanya yaitu segala apa yang ada di alam ini. Setelah menciptakan, ke dalam ciptaanNya itu Hyang Widhi menjadi satu”
Demikianlah halnya sehingga dapat dikatakan bahwa Hyang Widhi bukan saja menciptakan alam semesta tetapi meresapkan serta menghidupkan alam semesta itu dan Hyang Widhi tetaplah sempurna adanya. Ingatkah anaknda akan ucapan dalam isi Upanishad yang telah gurunda uraikan di atas: “Purnam adam purnam idam, purnat purnam udacyate, purnasya purnam adaya, purnam ewa awacisyate”
Demikianlah kemahakuasaan Hyang Widhi. Berhubung Hyang Widhi menciptakan alam semesta ini dengan cara TAPA (pemusatan tenaga yang terkeram yang menimbulkan panas), kekuatan TAPA mana menyebabkan terwujudnya dunia ini, dan berhubung sudah diketahui bahwa bentuk dunia ini bulat serupa telor, maka alam semesta ini di dalam kitab Purana disebut “BRAHMA-ANDA” ( telor Hyang Widhi ). Secara kasar-kasaran dapat kita bayangkan sebagai ayam mengeram yang dengan kekuatan mengeramnya mengeluarkan telor.
Disebabkan oleh TAPA Hyang Widhi terjadilah dua kekuatan asal yaitu KEKUATAN KEJIWAAN dan KEKUATAN KEBENDAAN yang dinamai PURUSA dan PRAKRTI (PRADHANA). KEdua kekuatan ini bertemu sehingga terciptalah alam semesta ini. Tetapi ketahuilah anaknda, bahwa terjadinya ciptaan itu tidaklah sekaligus, melainkan tahap demi tahap dari yang halus kepada yang kasar. Mula pertama timbullah CITA (alam pikiran) yang sudah mulai dipengaruhi oleh TRIGUNA yaitu SATWA, RAJAH dan TAMAH. Kemudian timbullah BUDHI (naluri pengenal). Sudah itu timbul MANAH (akal dan perasaan). Lalu timbul AHANGKARA (rasa keakuan). Setelah ini timbul DASA INDRIA (sepuluh sumber indria) yang terbagi dua yaitu PANCA BUDHI INDRIA dan PANCA KARMA INDRIA.
PANCA BUDHI INDRIA ialah SROTA INDRIA (rangsang pendengar), TWAK INDRIA (rangsang perasa), CAKSU INDRIA (rangsang pelihat), JIHWA INDRIA (rangsang pengecap), GHRANA INDRIA (rangsang pencium). Adapun PANCA KARMA INDRIA, terdiri dari WAK INDRIA (penggerak mulut), PANI INDRIA (penggerak tangan), PADA INDRIA (penggerak kaki, PAYU INDRIA (penggerak pelepasan), UPASTHA INDRIA (penggerak kemaluan).
Setelah indria-indria ini timbullah PANCA TAN MATRA (lima benih dari zat alam) yaitu: SABDA TAN MATRA (benih suara), SPARSA TAN MATRA (benih rasa sentuhan) RUPA TAN MATRA (benih penglihatan), RASA TAN MATRA (benih rasa) dan GANDHA TAN MATRA (benih penciuman). Dari Panca Tan MAtra yang hanya merupakan benih zat alam terjadilah unsur-unsur benda materi yang nyata. Unsur-unsur benda nyata ini dinamai PANCA MAHA BHUTA (lima unsur zat alam) yaitu AKASa (ether), BAYU (gas), TEJA (sinar cahaya), APAH (zat cair), PERTIWI (zat padat). Kelima macam unsur zat alam ini berbentuk PARAMA ANU yaitu Atom-atom. Panca Maha Bhuta inilah yang mengolah diri (ber-revolusi), sehingga terjadilah alam semesta ini yang terdiri dari BRAHMANDA-BRAHMANDA sebagai matahari-matahari, bulan, bintang-bintang dan planet-planet termasuk bumi kita ini. Semuanya ini terdiri dari tujuh lapisan dunia yaitu: BHUR LOKA, BHUWAH LOKA, SWAH LOKA, MAHA LOKA, JANA LOKA, TAPA LOKA dan SATYA LOKA. Adanya perbedaan satu dunia (loka) dengan yang lainnya inilah ditentukan oleh unsur mana dari Panca Maha Bhuta yang terbanyak menguasainya. Umpamanya Bhur loka yaitu bumi tempat kita hidup ini terjadi dari campuran kelima unsur zat alam tadi tetapi yang terbanyak adalah unsur PERTIWI (zat padat) dan APAH (zat cair).
Zat padat dan zat cairlah yang paling banyak di dunia kita yang dinamai Bhuh Loka atau Manusa Loka. Adapun Bhuah Loka yang juga dinamai Pitra Loka atau dunia roh banyak dikuasai oleh unsur Apah (zat cair) dan teja (sinar). Sedangkan Swah Loka atu disebut juga swarga (sorga) atau Deva Loka (dunia para dewa) dikuasai oleh unsur teja (sinar) dan Bayu (hawa).
Swah Loka atau Swarga (sorga) ini disebut juga dengan Dewa Loka (dunia para dewa) karena segala yang ada di alam itu adalah bersinar bercahaya, berkat pengaruh unsur Teja (sinar). Arti kata Dewa sebagai yang telah guru terangkan ialah “sinar cahaya”.
Ketiga dunia ini yaitu Bhur, Bhuwah dan Swah Loka dikenal juga dengan nama TRILOKA (tiga dunia) yang terkenal dalam puja Gayatri (Trisandhya)
Tentu anaknda ingin bertanya, bagaimana sampai terjadinya manusia atau mahluk hidup ini. Begini anakku; sari-sari dari Panca Maha Bhuta ini menjadi sadrasa (enam rasa) yaitu manis, pahit, asam, asin, pedas, dan sepat. Unsur-unsur ini dicampur dengan unsur-unsur lain yaitu Cita, Budhi, Ahankara, Dasaindria, Panca tan mantra dan Panca Maha Bhuta, sehingga menghasilkan dua unsur benih kehidupan mahluk yaitu SWANITA (mani wanita atau ovum) dan SUKLA (mani laki atau sperma). Pertemuan antara swanita dan sukla ini sama dengan pertemuan antara Purusa dan Pradhana di atas sehingga timbullah atau lahirlah manusia mahluk hidup yang mempunyai segala unsur alam tersebut di atas.
CITA BUDHI dan AHANKARA membentuk watak budi seseorang, DASAINDRIA membentuk indrianya. Panca Tan Matra dan Panca MAha Bhuta membentuk badan manusia/mahluk. Jika PAnca Maha Bhuta di alam besar (makrokosmos) antara lain membentuk Triloka taitu Bhuh loka, Bhuwah loka, dan Swah loka maka di alam kecil atau tubuh mahluk (mikrokosmos) terbentuklah Trisarira (tiga lapis badan) yaitu STHULA SARIRA (badan kasar), SUKSMA SARIRA (badan halus) dan KARANA SARIRA (badan penyebab). Kedua alam ini yaitu bhuwana agung dan buana alit, alam semesta dan alam tubuh mahluk mempunyai sifat-sifat keadaan yang bersamaan. Segala yang kental, padat dan keras pada alam maupun pada tubuh mahluk disebabkan oleh PRTHIWI (zat padat). Segala yang cair di dunia maupun di badan disebabkan oleh unsur APAH (zat cair). Segala yang bercahaya, panas, di buana agung maupun di buana alit disebabkan oleh unsur TEJA (cahaya). Angin, hawa dan gas pada alam serta nafas pada mahluk disebabkan oleh unsur bayu. Adapun kekosongan yang ada pada alam maupun mahluk disebabkan oleh unsur AKASa (ether).
Demikianlah anakku, pandangan agama kita terhadap alam semesta dan mahluk isinya. Renungkanlah ini pikirkan masak-masak. Tidak ada jalan lain lagi bagi Guru untuk menerangkannya kepada anaknda yang sudah berpikir kritis. Kalau dongengnya banyak juga kita mempunyai tetapi hal ini kita untukkan bagi mereka yang suka akan dongeng.

Sang Suyasa :
Gurunda kiranya sudah jelas yang Gurunda uraikan dan sesuai dengan nasihat Gurunda, anaknda akan terus merenungkan dan memikirkannya hingga betul-betul meresap. Hanya ada pertanyaan anaknda lagi yaitu: Siapakah Manusia Pertama Yang diciptakan oleh Hyang Widhi Wasa?

Rsi Dharmakerti :
Ketahuilah anakku, bahwa sebelum menciptakan manusia, Hyang Widhi telah menciptakan terlebih dahulu sesuai dengan jalannya dari yang halus ke kasar yaitu menciptakan mahluk sebagai dewa-dewa, gandarwa, pisaca, raksasa dan sebagainya; dan mahluk berbadan kasar sebagai binatang, manusia dan lain-lainnya. Manusia pertama disebut dengan nama MANU atau lengkapnya SWAYAMBU MANU. Dengan nama ini jangan anaknda mengira bahwa Swayambu Manu ini adalah perseorangan karena kalau dilihat artinya: SWAYAM-BHU berarti “Yang menjadikan diri sendiri” (swayam = diri sendiri; bhu = menjadi) serta MANU berarti “Ia yang mempunyai pikiran” (manah = pikiran), Jadi kata “SWAYAMBHU MANU” berarti MAHLUK BERPIKIR YANG MENJADIKAN DIRINYA SENDIRI” yaitu “MANUSIA PERTAMA”

Kata Manu sekarang ini menjadi kata “manusia”. Semua kita adalah keturunan Manu dan dengan mengeahui arti kata MANU yaitu “MAHLUK BERPIKIR”. Maka kita sebagai manusia, hendaknya mempergunakan pikiran itu dalam sinar-sinar suci Hyang Widhi meningkatkan hidup kita dan hidup mahluk lainnya.
Share:

SEKHA SANTHI DANG DING DONG

SEKHA SANTHI DANG DING DONG
Silahkan klik gambar
OM SWASTYASTU - SELAMAT DATANG DI ARYAWANGSABLOG - SEMOGA BERMANFAAT

daftar isi

Total Tayangan

Powered By Blogger

Categories 2