UPADESA ( WIDHI TATTWA )
( Percakapan Sang Suyasa Dengan Rsi Dharmakerti )
Sang
Suyasa:
Memang dari tadi, empuku telah
sebut-sebut nama Sang Hyang Widhi. Berkenankah Guru menerangkannya siapa Sang
Hyang Widhi itu?
Rsi Dharmakerti:
Ya, anaknda, Sang Hyang Widhi ialah
Ia Yang Maha Kuasa sebagai Pencipta, Pemelihara, Pelebur segala yang ada di
alam semesta ini. Sang Hyang Widhi adalah Maha Esa. Sebagai dikatakan dalam
pustaka suci Weda:
“EKAM EVA ADWITYAM BRAHMAN” yang
artinya “Hanya satu (Ekam eva) tidak ada duanya (Adwityam) Hyang Widhi
(Brahman) itu”
“EKO NARAYANAD NA DWITYO’STI KASCIT”
artinya “Hanya satu Tuhan sama sekali tidak ada duanya”.
Dalam lontar Sutasoma juga disebut “Bhineka Tunggal Ika, tan hana Dharma
mangrwa”, yang artinya, “Berbeda-beda tetapi satu, tidak ada dharma yang dua”.
Juga dikatakan
“EKAM SAT WIPRAH BAHUDA WADANTI”,
artinya “Hanya satu (Ekam) Sang Hyang Widhi (Sat), namun orang bijaksana
(viprah) menyebutkan (wadanti) dengan banyak nama (bahuda)
Tentu anaknda heran, mengapai sampai
disebut dengan banyak nama. Itu adalah karena sifat-sifat Sang Hyang widhi yang
Maha Mulia, Maha Kuasa, Maha Pengasih dan tiada terbatas sedangkan kekuatan
manusia untuk menggambarkan Sang Hyang Widhi sangat terbatas adanya. Maha
Rsi-Maha Rsi kita hanya mampu memberi sebutan dengan banyak nama menurut
fungsiya. Dan yang paling utama ialah TRI SAKTI, yaitu: Brahma, Wisnu, Siwa
Brahma ialah sebutan Sang Hyang
Widhi dalam fungsinya sebagai Pencipta dalam bahasa Sansekerta disebut
“UTPATTI”. Wisnu adalah sebutan Sang Hyang Widhi, dalam fungsinya sebagai
Pelindung, Pemelihara dengan segala kasih sayangnya. Pelindung dalam bahasa
Sansekerta disebut “STHITI”. Siwa ialah sebutan Sang Hyang Widhi dalam
fungsinya sebagai pelebur dunia serta isinya dan mengembalikannya dalam
peredarannya ke asal. Dalam bahasa Kawinya diistilahkan dengan “SANGKAN PARAN”
( kembali keasal ).
Sang
Suyasa:
Maafkan Empuku, mengapa Tri Sakti
ini dikatakan yang paling utama.
Rsi Dharmakerti:
Anaknda, sudah Guru katakan bahwa
Brahma itu kekuatan ( sakti )nya Hyang Widhi waktu mencipta,Wisnu waktu
memelihara dan Siwa waktu melebur. Jadi Tri Sakti ini, mencipta, memelihara dan
melebur semesta alam. Adakah yang lebih kuasa dari ketiga kekuatan itu? Tahukah
anaknda siapa yang tidak dikuasai oleh ketiga hukum lahir, hidup dan mati ini”
Siapakah yang tidak akan mati? Bukankah semuanya yang pernah lahir pasti pernah
hidup walaupun sesaat saja dan pasti pula akan mati. Jadi bukankah amat utama
(kekuatan) saktinya Hyang Widhi yang tiga ini menguasai seluruh mahluk? Adakah
yang lebih kuasa dari adaNya? Untuk dapat meresapkan kemahakuasaan Hyang Widhi
ini agama Hindu memberikan simbul pada kekuatanNya in dalam ucapan aksara yaitu
aksara suci OM. Kata OM adalah aksara suci untuk mewujudkan Sang Hyang Widhi
dengan ketiga prabawanya yaitu : Brahma, Hyang Widhi dalam prabawanya maha
pencipta disimbulkan dengan aksara A. Wisnu, Hyang Widhi dalam prabawanya maha
pencipta disimbulkan dengan aksara U. Siwa, Hyang Widhi dalam prabawanya maha
pencipta disimbulkan dengan aksara M. Suara A, U, M ini ditunggalkan menjadi
AUM atau OM.
Sang
Suyasa:
Gurunda, maafkan kalau hamba merasa
kurang jelas. Apakah Sang Hyang Widhi itu sama dengan Dewa atau Bhatara?
Rsi Dharmakerti:
Tidak anakku, Sang Hyang Widhi tidak
sama dengan Dewa dan Bhatara. Dewa adalah perwujudan sinar suci dari Sang Hyang
Widhi yang memberi kekuatan suci guna kesempurnaan hidup mahluk. Dewa itu
bukannya Sang Hyang Widhi Wasa, ia hanyalah merupakan sinarNya. Kata Dewa
berasal dari Sanskerta: DIV, yang artinya Sinar. Jadi DEWA berarti “bersinar”.
Sedangkan Bhatara yaitu prabawa ( manifestasi ) dari kekuatan Sang Hyang Widhi
untuk memberi perlindungan terhadap ciptaannya. Kata Bhatara berasal dari
Sanskerta “BHATR” yang berarti PELINDUNG. Antara kata Dewa dan Bhatara sering
pemakaiannya diartikan sama saja. Umpamanya: Dewea Wisnu disebut juga Bhatara
Wisnu karena beliau melindungi mahluk. Demikian juga Raja-raja besar yang sudah
wafat atau leluhur-leluhur kita beri gelar Bhatara juag karena beliau itu
melindungi kita.
Sang
Suyasa:
Tetapi Gurunda, bagaimanakah kita
bisa meyakinkan Sang Hyang Widhi itu ada?
Rsi Dharmakerti:
Anakku, agama kita mengajarkan
adanya tiga cara untuk mengetahui sesuatu (Tripramana) yaitu dengan Pratyaksa
Pramana , Anumana Pramana dan Agama Pramana artnya dengan cara melihat langsung
dengan cara mengambil kesimpulan dari suatu analisa dan dengan cara mempercayai
pemberitahuan orang-orang suci yang tidak pernah bohong.
Demikian juga mengenai Sang Hyang
Widhi. Hanya orang-orang yang sangat suci yang mungkin mengetahui Sang Hyang
Widhi dengan melihat langsung, dengan cara pratyaksa. Dan sekarang Guru akan
mencoba menjelaskan dengan cara anumana pramana yaitu secara analisa yang
mudah-mudah saja.
Anakku, kita percaya bahwa kita,
seluruh alam ini, ada. Tentu ada yang menciptakan yaitu Sang Hyang Widhi. Dan
kita percaya bahwa kita akan mati tentu ada tempat bagi atman kita yang telah
lepas dari badan. Inipun adalah Sang Hyang Widhi. Atau ada lagi lain contoh.
Pernahkah anaknda melihat kumbang? Kumbang itu hinggap ke suatu bunga dan dari
sana ke bunga yang lain. Pada kakinya penuh bulu tersangkut benang-benang sari
bunga yang nantinya menyebabkan perkawinan antara bunga-bunga itu, Nah siapakah
yang membuat kaki kumbang itu berbulu yang gunanya justru untuk melekatnya
benang-benar sari bunga itu? Tentu Sang Hyang Widhi. Banyak lagi
contoh-contohnya anakku! Cara agama pramana ialah hanya dengan cara mempercayai
isi pustaka suci kita. Umpamanya: menyatakan bahwa Sang Hyang Widhi adalah
“telinga dari semua telinga, pikiran dari segala pikiran, ucapan dari segala
ucapan, nafas dari segala nafas, mata dari segala mata” ( Kena 1, 2 ) Dan
Bhagawadgita ( VII, 10:11 X; 20 ) menyebutkan:
Ketahuilah Aku, oh Partha, adalah
bibit abadi dari segala yang hidup. Aku adalah kecerdasan dari segala yang
cerdas, dan keperwiraan dari segala yang kuat”. “Aku adalah jiwa yang
bersemayam di hati setiap mahluk. Aku adalah awal, pertengahan, dan akhir dari
segala yang ada”. Dan Sang Hyang Widhi ada di mana-mana dan juga di dalam hati
setiap mahluk, di dalam maupun di luar dunia tetapi tidak dipengaruhi oleh
dunia (Wyapi wyapaka nirwikara), sebagai halnya teratai di dalam air tetapi
tidak basah olehnya. Wyapi wyapaka artinya selalu dan di mana-mana ada. Nirwikara
artinya tidak terpengaruhi, tak berubah.
Sang
Suyasa :
Gurunda, adakah orang suci yang
dapat melihat Sang Hyang widhi?
Rsi Dharmakerti :
Anakku, karena sifat dan kemampuan
manusia yang serba terbatas, sedangkan Sang Hyang Widhi adalah Maha Sempurna,
dan tak terbatas kita tak mampu melihatnya. Kita tak dapat melihat Sang Hyang
Widhi bukanlah berarti Sang Hyang Widhi tidak ada. Sebagai halnya bintang. Di
siang hari kita tidak melihat bintang, tidak berarti bintang itu tidak ada atau
hanya ada pada waktu malam saja. Karena mata kita tidak mampu menembus
sinar-sinar matahari, itulah sebabnya kita tidak bisa melihat bintang. Tetapi
bintang tu tetap ada walaupun di siang hari.
Demikian pula karena kita tidak
mampu menembus kegelapan jiwa kita, kita tidak bisa melihat Hyang Widhi tetapi
Hyang Widhi itu tetap ada. Dan barang siapa yang benar-benar dapat melaksanakan
kehidupan yang suci sesuai dengan petunjuk-petunjuk agama dan menurut
ajaran-ajaram di dalam pustaka suci, akan dapat melihat bayangan-bayangan kita
di cermin dengan terang setelah cermin itu bersih. Demikian juga bayangan Hyang
Widhi akan terang jelas terpantul di hati dna jiwa kita sesudah hati kita
bersih. Nah tadi Guru mengatakan bahwa kita mungkin akan melihat Sang Hyang
Widhi itu.
Anakku, di dalam Weda disebutkan,
bahwa Sang Hyang Widhi tidak berbentuk ( nirupam ), tidak bertangan kaki ( nirkaram
nirpadam ), tidak berpancaindra ( nirindryam ), tetapi beliau dapat mengetahui
segala yang ada pada mahluk. Lagi pula Hyang Widhi tidak pernah lahir dan tidak
pernah tua, tidak pernah berkurang, tidak juga bertambah. Tegasnya Sang Hyang
Widhi tidak berbentuk tetapi karena kemahamuliaannya dapat mengambil wujud
sesuai dengan keadaan untuk menegakkan Dharma dan perwujudan ini dinamai
Awatara.
Sang
Suyasa:
Gurunda, tadi Gurunda mengatakan
bahwa Brahma itu adalah prabawa Sang Hyang Widhi pada waktu mencipta.Bagaimana
Sang Hyang Widhi menciptakan alam semesta ini?
Rsi Dharmakerti:
Pada waktu terjadi ciptaan ( srsti ),
dengan kemahakuasaanNya ( kriyasakti ), dunia diciptakan secara perlahan-lahan
dari Sang Hyang Widhi dan kembali kepadaNya pada waktu pralaya sebagai halnya
laba-laba yang pada waktu srsti mengeluarkan benang dari jaringnya dari
badannya sendiri dan akhirnya menarik kembali ke dalam dirinya pada waktu
pralaya.
Jadi Sang Hyang Widhi menciptakan
alam semesta ini dari diriNya sendiri. Tetapi karena kemahakuasaanNya diriNya
itu tetap sempurna. Dalam Upanisad dikatakan:
Purnamadah purnamidam,
purnat purnam udacyate,
purnasya purnamadaya,
purnam eva wasicyate
purnat purnam udacyate,
purnasya purnamadaya,
purnam eva wasicyate
“Sang Hyang Widhi adalah sempurna
alam semesta inipun sempurna. Dari yang sempurna lahirlah yang sempurna,
walaupun dari yang sempurna ( Sang Hyang Widhi ) diambil oleh yang sempurna ( alam
semesta ) tetapi sisanya ( Sang Hyang Widhi ) tetap sempurna adanya.
Sang
Suyasa :
Memang suatu kemahakuasaan, Gurunda.
Tetapi hamba juga ingin mengetahui. Kapan dunia ini diciptakan?
Rsi Dharmakerti:
Anaknda, baik penciptaan maupun
pralaya dunia adalah merupakan perputaran lingkaran sehingga tidak dapat
diketahui awal dan akhirnya karena umur manusia demikian pendeknya dan ingatan
kita demikian terbatas. Tetapi yang terang ialah bahwa dalam kehidupan ini
setiap saat ada penciptaan (srsti), setiap saat ada pralina (pralaya) sehingga
sebenarnya hidup ini dari kehidupan amuba atau sel-sel sampai kehidupan yang
tertinggi terus mengalami srsti-pralaya terus menerus, Dunia diciptatkan dengan
unsur-unsur Panca tan matra yaitu unsur zat ether, zat cahaya, zat hawa, zat
cair dan zat padat yang terdapat dalam Sang Hyang Widhi atau “parama anunya”
akasa, teja, bayu dan pertiwi. Parama anu adalah unsur-unsur yang jauh lebih
kecil dari atom-atom. “Parama” artinya “amat sangat sangat” dan “anu” artinya
“atom”. Tidak dapat diketahui kapan alam semesta ini diciptakan. Tetapi yang
terang ialah bahwa Hyang Widhi tidak berhenti-hentinya mengadakan ciptaan
sebagai tersebut dalam Bhagavadgita, III, 24:
“Kalau saja Aku berhenti bekerja,
maka dunia ini jatuh dalam kemusnahan dan Aku akan menjadi sebab dari kekacauan
hidup dan menghancurkan semua mahluk”
Sang
Suyasa :
Gurunda, banyaklah sudah hal-hal
yang Gurunda uraikan yang patut kita ketahui dan lakukan dalam agama kita. Ada
satu hal yang anaknda mohon Gurunda sudi menerangkannya yaitu bagaimana sampai
terciptanya alam semesta serta isinya ini?
Rsi Dharmakerti:
Pertanyaan anaknda ini benar-benar
penting untuk mengertikan bagaimana pandangan agama kita terhadap alam semesta
serta manusia mahluk ciptaan Hyang Widhi ini. Sebagai sudah kita ketahui bahwa
Hyang Widhi Wasa adalah Maha Pencipta. Hyang Widhi mencipta karena sebelumnya
tidak ada apa apa. “Duk tan hana paran-paran, anrawang, anruwung” ( ketika
tidak ada apa apa semuanya tidak menentu ), demikian ucapan lontar-lontar kita.
Dan pustaka Upanishad ( Brihad-aranyaka dan Chandogya Upanishad ) mengatakan
pula:
Idam
wa agra naiwa kincid asit, sad ewa saumya idam agra asit EKAM EWA ADWITYA
Sebelum diciptakan alam ini tidak
ada apa-apa. Sebelum alam diciptakan hanya Hyang Widhi yang ada. Maha Esa dan
Tidak ada Duanya.
Ciptaan Hyang Widhi adalah merupakan
pancaran kemahakuasaan-Nya ( wibhuti ) Hyang Widhi Wasa sendiri. Wibhuti ini
terpancar melalui tapa.
Tapa adalah pemusatan tenaga pikiran
yang terkeram hingga menimbulkan panas yang memancar. Dengan tapa inilah Hyang
Widhi menciptakan semesta alam sehingga bagi kita jelaslah bahwa penciptaan
alam semesta ini ialah melalui suatu usaha yang memerlukan pemusatan tenaga
yaitu yang dinamai Tapa tadi. Dalam pustaka Taittriya Upanishad disebutkan:
“Sa tapo’tasyata, so tapas tapiwa,
idam sarwam asrjata, yad idam kim ca,
tat srstwa tad ewa anuprawicat,
tad anupwaricya sac ca tyao ca abhawat”
idam sarwam asrjata, yad idam kim ca,
tat srstwa tad ewa anuprawicat,
tad anupwaricya sac ca tyao ca abhawat”
“Hyang Widhi Wasa melakukan Tapa,
setelah mengadakan Tapa, terciptalah semuanya yaitu segala apa yang ada di alam
ini. Setelah menciptakan, ke dalam ciptaanNya itu Hyang Widhi menjadi satu”
Demikianlah halnya sehingga dapat
dikatakan bahwa Hyang Widhi bukan saja menciptakan alam semesta tetapi
meresapkan serta menghidupkan alam semesta itu dan Hyang Widhi tetaplah
sempurna adanya. Ingatkah anaknda akan ucapan dalam isi Upanishad yang telah
gurunda uraikan di atas: “Purnam adam
purnam idam, purnat purnam udacyate, purnasya purnam adaya, purnam ewa
awacisyate”
Demikianlah kemahakuasaan Hyang
Widhi. Berhubung Hyang Widhi menciptakan alam semesta ini dengan cara TAPA
(pemusatan tenaga yang terkeram yang menimbulkan panas), kekuatan TAPA mana
menyebabkan terwujudnya dunia ini, dan berhubung sudah diketahui bahwa bentuk
dunia ini bulat serupa telor, maka alam semesta ini di dalam kitab Purana
disebut “BRAHMA-ANDA” ( telor Hyang Widhi ). Secara kasar-kasaran dapat kita
bayangkan sebagai ayam mengeram yang dengan kekuatan mengeramnya mengeluarkan
telor.
Disebabkan oleh TAPA Hyang Widhi
terjadilah dua kekuatan asal yaitu KEKUATAN KEJIWAAN dan KEKUATAN KEBENDAAN
yang dinamai PURUSA dan PRAKRTI (PRADHANA). KEdua kekuatan ini bertemu sehingga
terciptalah alam semesta ini. Tetapi ketahuilah anaknda, bahwa terjadinya
ciptaan itu tidaklah sekaligus, melainkan tahap demi tahap dari yang halus
kepada yang kasar. Mula pertama timbullah CITA (alam pikiran) yang sudah mulai
dipengaruhi oleh TRIGUNA yaitu SATWA, RAJAH dan TAMAH. Kemudian timbullah BUDHI
(naluri pengenal). Sudah itu timbul MANAH (akal dan perasaan). Lalu timbul
AHANGKARA (rasa keakuan). Setelah ini timbul DASA INDRIA (sepuluh sumber
indria) yang terbagi dua yaitu PANCA BUDHI INDRIA dan PANCA KARMA INDRIA.
PANCA BUDHI INDRIA ialah SROTA
INDRIA (rangsang pendengar), TWAK INDRIA (rangsang perasa), CAKSU INDRIA
(rangsang pelihat), JIHWA INDRIA (rangsang pengecap), GHRANA INDRIA (rangsang
pencium). Adapun PANCA KARMA INDRIA, terdiri dari WAK INDRIA (penggerak mulut),
PANI INDRIA (penggerak tangan), PADA INDRIA (penggerak kaki, PAYU INDRIA
(penggerak pelepasan), UPASTHA INDRIA (penggerak kemaluan).
Setelah indria-indria ini timbullah
PANCA TAN MATRA (lima benih dari zat alam) yaitu: SABDA TAN MATRA (benih
suara), SPARSA TAN MATRA (benih rasa sentuhan) RUPA TAN MATRA (benih
penglihatan), RASA TAN MATRA (benih rasa) dan GANDHA TAN MATRA (benih
penciuman). Dari Panca Tan MAtra yang hanya merupakan benih zat alam terjadilah
unsur-unsur benda materi yang nyata. Unsur-unsur benda nyata ini dinamai PANCA
MAHA BHUTA (lima unsur zat alam) yaitu AKASa (ether), BAYU (gas), TEJA (sinar
cahaya), APAH (zat cair), PERTIWI (zat padat). Kelima macam unsur zat alam ini
berbentuk PARAMA ANU yaitu Atom-atom. Panca Maha Bhuta inilah yang mengolah
diri (ber-revolusi), sehingga terjadilah alam semesta ini yang terdiri dari
BRAHMANDA-BRAHMANDA sebagai matahari-matahari, bulan, bintang-bintang dan
planet-planet termasuk bumi kita ini. Semuanya ini terdiri dari tujuh lapisan
dunia yaitu: BHUR LOKA, BHUWAH LOKA, SWAH LOKA, MAHA LOKA, JANA LOKA, TAPA LOKA
dan SATYA LOKA. Adanya perbedaan satu dunia (loka) dengan yang lainnya inilah
ditentukan oleh unsur mana dari Panca Maha Bhuta yang terbanyak menguasainya.
Umpamanya Bhur loka yaitu bumi tempat kita hidup ini terjadi dari campuran
kelima unsur zat alam tadi tetapi yang terbanyak adalah unsur PERTIWI (zat
padat) dan APAH (zat cair).
Zat padat dan zat cairlah yang
paling banyak di dunia kita yang dinamai Bhuh Loka atau Manusa Loka. Adapun
Bhuah Loka yang juga dinamai Pitra Loka atau dunia roh banyak dikuasai oleh
unsur Apah (zat cair) dan teja (sinar). Sedangkan Swah Loka atu disebut juga
swarga (sorga) atau Deva Loka (dunia para dewa) dikuasai oleh unsur teja
(sinar) dan Bayu (hawa).
Swah Loka atau Swarga (sorga) ini
disebut juga dengan Dewa Loka (dunia para dewa) karena segala yang ada di alam
itu adalah bersinar bercahaya, berkat pengaruh unsur Teja (sinar). Arti kata
Dewa sebagai yang telah guru terangkan ialah “sinar cahaya”.
Ketiga dunia ini yaitu Bhur, Bhuwah
dan Swah Loka dikenal juga dengan nama TRILOKA (tiga dunia) yang terkenal dalam
puja Gayatri (Trisandhya)
Tentu anaknda ingin bertanya,
bagaimana sampai terjadinya manusia atau mahluk hidup ini. Begini anakku;
sari-sari dari Panca Maha Bhuta ini menjadi sadrasa (enam rasa) yaitu manis,
pahit, asam, asin, pedas, dan sepat. Unsur-unsur ini dicampur dengan
unsur-unsur lain yaitu Cita, Budhi, Ahankara, Dasaindria, Panca tan mantra dan
Panca Maha Bhuta, sehingga menghasilkan dua unsur benih kehidupan mahluk yaitu
SWANITA (mani wanita atau ovum) dan SUKLA (mani laki atau sperma). Pertemuan
antara swanita dan sukla ini sama dengan pertemuan antara Purusa dan Pradhana
di atas sehingga timbullah atau lahirlah manusia mahluk hidup yang mempunyai
segala unsur alam tersebut di atas.
CITA BUDHI dan AHANKARA membentuk
watak budi seseorang, DASAINDRIA membentuk indrianya. Panca Tan Matra dan Panca
MAha Bhuta membentuk badan manusia/mahluk. Jika PAnca Maha Bhuta di alam besar
(makrokosmos) antara lain membentuk Triloka taitu Bhuh loka, Bhuwah loka, dan
Swah loka maka di alam kecil atau tubuh mahluk (mikrokosmos) terbentuklah
Trisarira (tiga lapis badan) yaitu STHULA SARIRA (badan kasar), SUKSMA SARIRA
(badan halus) dan KARANA SARIRA (badan penyebab). Kedua alam ini yaitu bhuwana
agung dan buana alit, alam semesta dan alam tubuh mahluk mempunyai sifat-sifat
keadaan yang bersamaan. Segala yang kental, padat dan keras pada alam maupun
pada tubuh mahluk disebabkan oleh PRTHIWI (zat padat). Segala yang cair di
dunia maupun di badan disebabkan oleh unsur APAH (zat cair). Segala yang
bercahaya, panas, di buana agung maupun di buana alit disebabkan oleh unsur
TEJA (cahaya). Angin, hawa dan gas pada alam serta nafas pada mahluk disebabkan
oleh unsur bayu. Adapun kekosongan yang ada pada alam maupun mahluk disebabkan
oleh unsur AKASa (ether).
Demikianlah anakku, pandangan agama
kita terhadap alam semesta dan mahluk isinya. Renungkanlah ini pikirkan
masak-masak. Tidak ada jalan lain lagi bagi Guru untuk menerangkannya kepada
anaknda yang sudah berpikir kritis. Kalau dongengnya banyak juga kita mempunyai
tetapi hal ini kita untukkan bagi mereka yang suka akan dongeng.
Sang
Suyasa :
Gurunda kiranya sudah jelas yang
Gurunda uraikan dan sesuai dengan nasihat Gurunda, anaknda akan terus
merenungkan dan memikirkannya hingga betul-betul meresap. Hanya ada pertanyaan
anaknda lagi yaitu: Siapakah Manusia Pertama Yang diciptakan oleh Hyang Widhi
Wasa?
Rsi Dharmakerti :
Ketahuilah anakku, bahwa sebelum
menciptakan manusia, Hyang Widhi telah menciptakan terlebih dahulu sesuai
dengan jalannya dari yang halus ke kasar yaitu menciptakan mahluk sebagai
dewa-dewa, gandarwa, pisaca, raksasa dan sebagainya; dan mahluk berbadan kasar
sebagai binatang, manusia dan lain-lainnya. Manusia pertama disebut dengan nama
MANU atau lengkapnya SWAYAMBU MANU. Dengan nama ini jangan anaknda mengira
bahwa Swayambu Manu ini adalah perseorangan karena kalau dilihat artinya:
SWAYAM-BHU berarti “Yang menjadikan diri sendiri” (swayam = diri sendiri; bhu =
menjadi) serta MANU berarti “Ia yang mempunyai pikiran” (manah = pikiran), Jadi
kata “SWAYAMBHU MANU” berarti MAHLUK BERPIKIR YANG MENJADIKAN DIRINYA SENDIRI”
yaitu “MANUSIA PERTAMA”
Kata Manu sekarang ini menjadi kata
“manusia”. Semua kita adalah keturunan Manu dan dengan mengeahui arti kata MANU
yaitu “MAHLUK BERPIKIR”. Maka kita sebagai manusia, hendaknya mempergunakan
pikiran itu dalam sinar-sinar suci Hyang Widhi meningkatkan hidup kita dan hidup
mahluk lainnya.