IDA
BANG MANIK ANGKERAN BERJUMPA KI DUKUH MURTHI
Diceriterakan
sekarang, pada suatu hari. Ida Sang Pendeta Danghyang Bang Manik Angkeran
berjalan menuju ke arah Barat Laut, ke arah tempat kediaman Ki Dukuh Murthi.
Tidak diceriterakan di jalan, sampailah beliau di hutan Jehem, kemudian, menuju
Padukuhan, dan berjumpa dengan Ki Dukuh Murthi. Keduanya kemudian
berbincang-bincang mengenai mertua Sang Pendeta yakni Ki Dukuh Belatung yang
sudah moksa. Ki Dukuh Murthi memang bersaudara dengan Ki Dukuh Belatung. Pada
saat itu Ki Dukuh Murthi memiliki seorang anak wanita yang sangat cantik
bernama Ni Luh Canting. Putrinya itu dipersembahkan oleh Ki Dukuh kepada Sang
Pendeta, sebagai haturan utama yang tulus ikhlas, bukti besar bhaktinya Sang
Dukuh kepada Sang Pendeta, sebagai pengikat hingga kelak di kemudian hari.
Beliau Sang Pendeta sangat mencintai dan mengasihi Ni Luh Canting, serta
bertemu cinta didasari rasa kasih sayang yang suci. Namun karena ada pekerjaan
yang sangat mendesak serta didatangi oleh warga desa-desa lain untuk memberikan
pelajaran pengetahuan keagamaan, tergesa-gesa beliau meninggalkan Ni Luh
Canting untuk melanjutkan perjalanan memberikan petuah kepada warga desa-desa
lainnya.
Ni Luh
Canting kemudian hamil, dan lama-kelamaan melahirkan seorang putra yang tampan,
diberi nama Sira Agra Manik. Belakangan Sira Agra Manik kembali ke Besakih,
sehubungan dengan pesan ayahandanya untuk menghaturkan Lawangan Agung.
Dengan
demikian Ida Danghyang Bang Manik Angkeran memiliki putra empat orang, yakni
Ida Bang Banyak Wide, Ida Bang Tulusdewa, Ida Bang Wayabiya dan Si Agra Manik,
yang keturunannya kemudian bernama Catur Warga.
Bersambung
………………………….