Sinopsis Kakawin Arjunawijaya
Diceritakan tentang Raja Raksasa Mali Malyawan dikalahkan oleh
Dewa Wisnu sehingga di melarikan diri dari kerajaannya yang bernama Lengka.
Untuk mengisi kekosongan kerajaan maka Waisrawana, putra Wisrawa menempati
kerajaan itu. Raksasa Sumali yang merupakan keluarga Mali Malyawan sangat
tertarik dengan kepandaian dan kesaktian Waisrawana dan ingin memiliki
keturunan yang serupa agar dapat membalas dendam kepada Dewa Wisnu. Kekasi
berhasil memenuhi harapan ayahnya sehingga dari perkawinannya dengan Wisrawa
lahirlah empat orang anak yaitu: Dasamukha (yang berkepala sepuluh), Kumbhakarna,
Wibhìsana dan Sùrpanakhà. Ketiga anak laki laki Wisrawa itu melakukan tapa
brata yang keras di Gunung Gokarna.
Dasamukha bertapa dengan memenggal kepalanya satu persatu dan
melemparkan ke api korban, sehingga ia mendapat anugrah kesaktian dari Dewa
Brahma yaitu ia tidak tertewaskan oleh seorang Dewa maupun Raksasa. Setelah itu
ia dipulihkan kembali seperti semula. Setelah mendapat anugrah dari Dewa
Brahma, dengan kesaktian yang dimilikinya Dasamukha selalu berbuat jahat dan
meresahkan di dunia. Waisrawana, yang merupakan kakak tirinya merasa prihatin
dan menasehati adiknya. Ia mengutus Gomuka untuk membawa surat yang isinya
berupa nasihat agar berhenti berbuat kejahatan di dunia. Dasamukha sangat marah
atas nasihat itu dan melampiaskan kemarahannya dengan memenggal kepala Gomuka.
Lalu ia dikutuk oleh Gomuka, bahwa istananya kelak akan dibakar oleh seorang
utusan.
Dasamukha kemudian menyerang Kerajaan Lengka di mana Waisrawana
(Daneswara) menjadi raja. Perang yang hebat terjadi. Dengan kesaktinnya Dasamukha
mengenakan wujud yang tak kelihatan sehingga ia dapat menyerang dan memukul Waisrawana
bertubi-tubi. Waisrawana tidak dapat melakukan perlawanan . Ia disiksa oleh Dasamukha
sampai berlumuran darah. Para Dewa yang melihat tidak berani menolong. Pada
saat itulah patih Dasamukha yang bernama Prahasta merasa iba melihat keadaan
Waisrawana, sehingga ia memohon agar jangan membunuh kakak tirinya demi rasa
hormatnya terhadap ayahnya Wisrawa. Kesempatan itu digunakan oleh pengikut Waisrawana
untuk mengamankan dia. Kerajaan Lengka akhirnya dirampas oleh Dasamukha. Dasamukha
tidak berhenti sampai disana ia terus menyebarkan kehancuran di mana-mana.
Akhirnya sampailah dia di gunung kailasa, tempat Dewa Siwa dan Dewi
Uma bercengrama. Nandi, penjaga gunung itu mengingatkan Dasamukha bahwa
para dewapun tidak berani datang ke sana serta mengganggu Dewa Siwa. Dasamukha
tidak menghiraukan peringatan itu, malahan ia menghina wajah Nandi swara,
yang mirip dengan seekor kera. Nandi marah sehingga ia mengutuk Dasamukha
bahwa kelak para kera akan menghancurkan keratonnya dan membunuh sanak
saudaranya. Dalam kemarahannya Dasamukha mengangkat dan mengguncangkan gunung
kian kemari. Dewa Siwa lalu menekan puncaknya sehingga Dasamukha terjepit.
Dasamukha berteriak keras kesakitan sehingga teriakannya mengguncangkan seluruh
dunia. Oleh karena itulah ia disebut Rahwana (Ràwana) yang berarti
teriakan.
Dasamukha (Rahwana) melanjutkan perjalanannya, ia kemudian
bertemu dengan seorang pertapa wanita yang cantik bernama Dewì Wedawatì. Dewì
Wedawatì sudah bertekad tidak akan menikah jika tidak dengan awatara Wisnu.
Rahwana merayu pertapa ini dan menyombongkan diri bahwa ia lebih unggul dari
Dewa Wisnu. Ketika Ràwana terus merayu agar mau menjadi permaisurinya, Dewì
Wedawatì marah lalu memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Setelah menyembah
dihadapan api pemujaan ia menceburkan dirinya ke dalam api tersebut. Dewì
Wedawatì mengutuk Ràwana bahwa kelak dalam penjelmaan berikutnya ia akan
menjadi penyebab kematian Ràwana ditangan Dewa Wisnu di medan perang Perjalanan
Ràwana untuk mengusai dunia terus berlanjut. Dia mendatangi Raja Màruta. Raja
Màruta yang sedang melaksanakan yajña tidak melakukan perlawanan sehingga ia
dianggap tunduk oleh Rahwana. Kemudian Rahwana menyerang kerajaan Ayodhya. Raja
Ayodhya yaitu Banaputra mengadakan perlawanann dengan sengit, namun
akhirnya ia wafat oleh Rahwana. Sebelum wafat ia mengutuk Ràwana bahwa kelak
keturunan raja Ayodhya yang merupakan penjelmaan Dewa Wisnu akan
membunuh Rahwana.
Diceritakan sekarang seorang raja bernama Arjuna Sahasrabàhu,
raja dari kerajaan Mahispati sedang bercengkrama dengan permaisurinya Dewì
Citrawatì di Sungai Narmada. Sang raja bermaksud menyenangkan permaisurinya, ia
mengubah wujudnya menjadi bertangan seribu, kemudin ia menentangkan badannya di
sungai tersebut sehingga sungai menjadi dangkal. Ketika itu di hulu sungai,
Rahwana sedang mengadakan pemujaan di hadapan sebuah Lingga. Tiba-tiba air
naik dan menggenangi tempatnya memuja. Setelah diselidiki ia akhirnya tahu
penyebabnya yaitu Raja Arjuna Sahasrabàhu. Rahwana marah dan memerangi
kerajaan Mahispati. Dengan kecerdikannya Arjuna Sahasrabàhu berhasil membuat
Ràwana pingsan dan mengikat tubuh Ràwana dengan rantai baja dan dimasukkan ke
krangkeng besi. Ketika Arjuna Sahasrabahu kembali dari medan perang ia menemukan
permaisurinya telah wafat. Hal ini terjadi karena ada seorang utusan yang
mengatakan bahwa suaminya telah wafat di medan perang.
Dewì Citrawatì mengakhiri hidupnya untuk menunjukkan kesetiaan
pada suami (patibrata). Mendapati permaisurinya sudah wafat Arjuna Sahasrabàhu
merasa sedih dan bermaksud bunuh diri. Tiba-tiba muncul perwujudan dewi sungai
Narmada, membawa air mujarab sehingga sang permaisuri dapat dihidupkan kembali.
Datanglah Rsi Pulastya kakek Rahwana, memohon agar Arjuna Sahasrabàhu
membebaskan dan mengampuni cucunya Rahwana. Permohonan sang rsi dikabulkan
imbalannya semua prajurit yang telah tewas di medan perang dihidupkan kembali.
Sumber
: http://Wikipedia.org